Sepadan – Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan akan mencapai usianya 10 tahun pada tanggal 06 Juli 2021, kenangan perjuangan kembali terkulik dibenak pendiri dan warga pesantren yang beralamatkan Di Desa Sepadan, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam Porvinsi Aceh.
10 tahun usia Pondok Daarurrahmah Sepadan akan diperingati sebagai Anniversary untuk mengenang masa perjuangan dan rasa syukur kepada Allah Swt, anniversary ini bermotokan “Mengabdi dan Memberi”
Pimpinan dan juga pendiri Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan Ust. H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I menyatakan kebahagiaan dan terus mengungkapkan rasa syukurnya atas pertumbuhan dan perkembangan Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan, tidak lupa beliau mengulik berbagai kisah perjuangan yang dialaminya bersama rekan-rekan dan masyarakat desa sepadan.
Cerita dan Sejarah Berdirinya Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan
Bulan April 2009 adalah kali pertama Ustad Rasyid menjejakkan kaki di Kampong Sepadan, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh. Kedatangannya ke desa ini adalah dalam rangka memenuhi panggilan tugas sebagai Da’i Perbatasan yang diangkat oleh Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh.
Ustad Rasyid sendiri berasal dari Kabupaten Aceh Singkil yang merupakan wilayah yang serumpun dengan Kota Subulussalam. Sekedar menengok ke belakang bahwa Kota Subulussalam berdiri sebagai Daerah Tingkat II pada tahun 2007, hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil. Dan jika melihat lebih jauh lagi ke masa silam, mayoritas penduduk Kota Subulussalam dan Aceh Singkil berasal dari suku yang sama. Mereka menyebut diri sebagai Suku Singkil dengan bahasa dan budayanya sendiri yang khas, berbeda dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Aceh.
Ustad Rasyid menjalankan tugasnya sebagai Da`i Perbatasan di Desa Sepadan, Tahun 2009 desa ini termasuk daerah 3T: Tertinggal, Terdepan, dan Terluar dengan akses jalan yang sangat sulit menuju ke sana. Tugas utama Da`i Perbatasan adalah meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Tentu menjadi tambahan nilai positif jika mampu berperan meningkatkan perbaikan taraf hidup masyarakat dari sektor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan sebagainya.
Desa Sepadan
Desa Sepadan adalah pemukiman transmigrasi yang mulai dihuni sejak tahun 1982. Dulunya daerah ini masih berupa hutan belantara yang masuk ke dalam wilayah Desa Dah. Maka ketika dijadikan hunian, tempat ini diberi nama Satuan Kawasan Pemukiman B Satuan Pemukiman 4 Unit Pemukiman Transmigrasi V Dah atau disingkat dengan SKP B SP 4 UPT V Dah. Lama kelamaan, masyarakat memberi nama sendiri untuk wilayah ini sebagai Kampong atau Desa Sepadan. Ketika Ustad Rasyid masuk ke kampong ini pada tahun 2009, penduduknya berjumlah 800-an jiwa yang kebanyakan adalah warga transmigran.
Andai saja tidak terjadi konflik antara tahun 1998 sampai 2005, penduduk Sepadan saat itu mencapai 2.500-an jiwa. Tapi konflik bersenjata membuat dua pertiga penduduk Sepadan memilih pulang ke Jawa. Adapun yang masih mau tinggal di sana harus mengalami trauma psikis yang cukup berat karena sebagian menjadi korban kekerasan, bahkan ada beberapa korban yang meninggal dunia. Ustadz Rasyid hadir di tengah-tengah masyarakat yang masih membawa luka dan kurang percaya diri lantaran dianggap sebagai warga yang tidak tahu agama. Mereka didakwa sebagai warga pendatang yang gemar maksiat. Stigma negatif inilah yang mendorong sebagian warga ingin bangkit dan hendak menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang beragama sebagaimana warga Aceh lainnya, bahkan kalau perlu mereka hendak menunjukkan bahwa Kampong Sepadan bisa menjadi kampong santri.
Sebuah harapan yang terlalu tinggi pada awalnya. Namun dengan tugas DAI yang diemban ustad Rasyid seakan menjadi jawaban atas mimpi sebagian warga Sepadan. Pelan namun pasti, secara rutin dan berkesinambungan, Ustaz Rasyid melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat wajah Desa Sepadan menjadi berubah. Bermula dari pendirian Taman Pendidikan Al-Qur`an yang berkembang cepat, disusul dengan menyemarakkan pengajian orang tua. Semua itu dilakukan dengan pendekatan persuasif, menyelami karakter dan kebiasaan warga setempat tanpa adanya pemaksaan atau penghakiman jika ada yang belum mau menjalankan perintah agama.
Ustad Rasyid tidak sekedar merintis dan mengajar, tapi dia terus mencari inovasi baru agar kegiatan keagamaan yang diasuhnya berkembang ia juga menyempatkan diri untuk studi banding ke beberapa pesantren di Jawa, termasuk ke Pesantren Bayt Tamyiz Indramayu dan tinggal dua mingguan di sana untuk belajar metode Tamyiz. Sepulang dari pesantren tersebut, Ustad Rasyid membawa metode Tamyiz dan ia terapkan di Sepadan. Hasilnya, kualitas pendidikan di TPA Sepadan semakin meningkat, gairah belajar anak-anak makin tinggi. Bahkan jamaah ibu-ibu semakin melimpah. Ini di luar bayangan para tokoh Sepadan sebelumnya bahwa desa mereka bisa berubah penampilan dalam relatif singkat, terutama dalam wajah keislamannya.
Pesantren Harapan Masyarakat Sepadan
Julukan adalah doa. Panggilan “abuya” mungkin bukan julukan yang serius disematkan kepada Ustadz Rasyid yang saat itu masih berusia 24 tahun. Namun panggilan itu mengarahkan pada kenyataan yang tidak disangka sebelumnya. Pada tahun 2010 Ustadz Rasyid mendapat tawaran untuk mendirikan pondok pesantren yang dananya berasal dari Timur Tengah. Orang yang memberi tawaran tersebut bernama Dr. H. Abdul Hadi, M.A. Perkenalan mereka terjadi secara tidak sengaja saat bertemu di Mekkah dalam kapasitas sama-sama sebagai pembimbing jamaah haji. Apalagi keduanya juga sama-sama pernah kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo.
Dr. H. Abdul Hadi, M.A. bukan sekedar membawa info tapi dia juga menjadi orang yang dipercaya pihak donatur dalam masalah penyaluran dana. Adapun syarat turunnya dana tersebut adalah jika ada lahan seluas 100 hektar yang legal dan siap dijadikan sebagai lokasi pesantren. Ketika Ustadz Rasyid menyampaikan berita ini kepada warga Sepadan, para tokoh kampong yang dimotori oleh Pak Suharsono sangat antusias dan hendak menyiapkan lahan yang mereka miliki. Mereka bersemangat karena memiliki lahan seluas itu. Namun takdir berkata lain. Sebagian lahan itu ternyata sudah diserobot oleh pihak lain. Akhirnya rencana membuat pesantren di Sepadan pun kandas.
Tawaran kedua datang, kali ini dari salah satu pesantren yang sudah cukup besar di Subulussalam. Pesantren tersebut hendak membuka cabang di Kampong Sepadan. Ustadz Rasyid dan warga Sepadan hanya diminta menyediakan lahan seluas beberapa hektar saja. Namun setelah beberapa lama, tidak ada tindak lanjut dari pihak pesantren. Kesepakatan pun batal dengan sendirinya. Pada saat itulah salah seorang teman Ustadz Rasyid saat kuliah di Universitas Al-Azhar datang ke Sepadan, namanya Indra Syahputra, S.H.I. Dia akhirnya memilih menetap di Sepadan untuk berjuang membantu Ustadz Rasyid.
Dua kali dibuai harapan namun tak berujung nyata membuat Ustadz Rasyid berniat mendirikan pesantren sendiri, tanpa perlu berharap dari pihak luar. Rupanya niatan ini didukung oleh warga dan para tokoh Sepadan. Kebetulan pada bulan Mei 2011, salah seorang tokoh masyarakat sekaligus agamawan muda bernama Jamhuri, S.H.I. mendukung rencana ini dan ingin ikut bersama-sama mendirikan pesantren. Tanggal 20 Juni 2011 dibentuklah sebuah yayasan bernama Yayasan Daarur Rahmah Sepadan, di mana para pendirinya ada 7 orang dan Ketua Umumnya adalah H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I.
Pada saat bersamaan didirikan pula sebuah dayah bernama Pondok Modern Darur Rahmah Sepadan dengan menempatkan H.M. Rasyid Bancin, S.Sos.I. sebagai Pengasuh Dayah. Lahan dan bangunan pesantren belum ada, untuk sementara kegiatan pesantren dipusatkan di Masjid Raudhatul Muhajirin Sepadan yang saat itu sudah ramai oleh kegiatan keagamaan.
Memenuhi Harapan Masyarakat Desa Sepadan
Pendirian Yayasan dan Pesantren disambut antusias oleh masyarakat Kampong Sepadan. Sebuah lahan kebun di pinggir jalan menjadi awal mimpi yang sudah lama diidamkan oleh warga. Disusul dengan beberapa masyarakat Sepadan yang menyumbang tanah atau uang. Lahan yang cukup luas dan dana lumayan banyak pun terkumpul, menjadi modal awal untuk membangun pesantren harapan.
Sebenarnya tidak semulus itu proses pendirian pesantren. Sempat terjadi tarik ulur dalam memutuskan lokasi pesantren karena beberapa tanah yang diwakafkan berada agak jauh dari jalan. Adapun tanah pinggir jalan yang akhirnya dijadikan lokasi pesantren adalah tanah warga yang sudah pulang ke Jawa, yang lahannya tidak begitu luas sebenarnya. Itu pun tidak dihibahkan melainkan dijual dengan harga cukup murah. Akhirnya dengan dana pinjaman, lahan itu bisa dibeli oleh pesantren. Semenjak itulah beberapa warga menghibahkan tanah mereka yang berada di sekitar lokasi tanah tersebut hingga lahan yang dimiliki pesantren menjadi luas. Sangat layak untuk sebuah Pondok Modern dengan fasilitas yang memadai.
Itu baru tahap awal. Selanjutnya warga Sepadan bergotong royong membuat bangunan perdana untuk pesantren berupa masjid, asrama, dan kelas. Dananya berasal dari sumbangan warga Sepadan dan umat Islam dari luar desa. Adapun bahan yang masih bisa dicari seperti kayu diambil dari hutan. Semua dikerjakan oleh pihak Pesantren dan warga Kampong Sepadan dengan kerja bhakti yang dilakukan siang malam secara bergiliran. Nampak sekali semangat warga untuk melihat kampongnya segera memiliki pesantren. Mereka rela menyumbang dana dan tenaga.
Pak Suahrsono
Adalah Suharsono, ia seorang mantan geuchik (kepala desa) Sepadan sekaligus tokoh masyarakat. Ia yang banyak menyumbang dana, lahan, pikiran, dan tenaganya untuk membangun Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan. Pak Suharsono merupakan sosok figur yang selalu berada di garda terdepan terhadap pembangunan dan pengembangan Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan.
Kini beliau telah tiada, Pak Suharsono telah dipanggil sang illahi rabbi pada tanggal 24 juni 2021, beliau belum sempat melihat Daarurrahmah berusia 10 tahun.
Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan Mengabdi dan Memberi
Pada tahun 2021 Pondok Modern Daarurrahmah Sepadan sudah berkembang memiliki santri ratusan pelajar yang berasal dari berbagai kabupaten kota di wilayah Aceh dan Sumatera Utara, sudah menghasilkan 4 generasi Alumni yang menyebar melanjutkan pendidikan di berbagai univeristas di dalam dan di luar negeri serta mengabdi di pondok-pondok pesantren di wilayah Aceh dan Sumatera.
Daarurrahmah akan terus berbenah dengan kekuatan pengabdian yang dijadikan pondasi sejak ia berdiri. Daarurrrahamah pula akan terus memberi menenbar manfaat bagi ummat mendukung program pemerintahan Kota Subulussalam menjadikan kota subulussalam kota Seribu Dayah